INDONNESIANEWS (Solo) - Ketua Pusat Lembaga Kajian Kebudayaan jawi (PLKJ) Undha AUB Surakarta, Dr Anggoro Panji Nugroho, M.M, menyampaikan peran penting Raja Kasunanan Mataram Surakarta, Pakoe Boewono XII, dalam berdirinya Republik Indonesia.
Hal itu terscermin dari kebesaran hati beliau yang mengimplementasikan secara nyata pada maklumat 1 September 1945. Bahwa Pakoe Boewono XII selaku Susuhunan Negeri Surakarta Hadiningrat menyatakan berdiri di belakang Pemerintah Pusat Republik Indonesia.
Apa yang di lakukan oleh PB XII tentu satu tindakan yang sangat luar biasa.
Bagaimana tidak, sebagai seorang raja di kerajaan yang berdaulat sekaligus symbol kejayaan tradisi Mataram yang berakar pada sejarah kerajaan kerajaan Jawa, PB XII rela meninggalkan kekuasaan dan kewibawaan tradisional yang di embanya.
Hal itu tentu mencerminkan kepribadian kebesaran hati dan karakter PB XII yang merdeka.
Kepribadian dalam silaturahmi yang bersifat memberi dan menerima. Sehingga menjadi landasan kuat dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara yang Merdeka, Berdaulat dan Terhormat. ( ‘ Ngluhurake asma dalem SSISK PB XII ’ -KRT. Drs. Sudibyodiningrat, MM,Ph.D)
Dalam sebuah catatan renungan pada penerimaan penghargaan piagam perjuangan dan medali perjuangan Angkatan 45 tanggal 28 Oktober 1995, PB XII berkata ,; Saya Sunan Mardika menyatakan di belakang Negara Republik Indonesia Merdeka pada 1 September 1945’.
Peryataan tersebut seakan menegaskan kembali status kedaulatan Kasunanan Surakarta ke pangkuan Negara Repubik Indonesia. Begitupun semangat dan keyakinan PB XII terhadap perjalanan bangsa Indonesia kedepan sebagai bangsa Merdeka, berdaulat dan terhormat.
Drs. G. Moejanto,MA mengemukakaan tiga prinsip konsep Jawa yang harus di patuhi bagi seorang pemimpin negara yakni ‘ Gung binantara mbaudenda hanyakrawati ‘ artinya prinsip menegakan hukum dan memelihara kesejahteraan umat manusia.
Yang kedua ‘ Berbudi bawa leksana ambeg adil paramartha’ yang artinya harus mewujudkan keadilan berbudi luhur dan penuh kasih sayang. Serta yang ketiga “Njaga titi tentreme praja, karta twin raharjo’ yang artinya menjaga dan memelihara hidup rakyat untuk kehidupan yang aman dan Sejahtera.
Tiga prinsip tersebut merupakan konsep kepemimpinan raja raja Jawa dalam menata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yang sudah di lakukan selama ratusan tahun di Nusantara. Angger angger kepemimpinan ini selalu memiliki relevansi di setiap perkembangan jaman yang ada.
Kerajaan Surakarta Hadiningrat juga memberikan andil sangat besar membentuk karakter bangsa yang merdeka dan terhormat melalui adi luhung budaya dan sejarah. Jasa perjuangan Pakoe Boewono XII yang begitu besar terhadap sejarah nasional bangsa Indonesia tentu tidak dapat kita abaikan begitu saja.
Dalam sebuah buku yang di persembahlkan untuk PB XII berjudul ‘ Ngluhurake asma Dalem ‘ karya KRT. Drs. Sudibyodiningrat, MM,Ph.D di tulis, saat jumenengan dalem ke 55 pada tanggal 22 Nopember 1998, Pakoe Boewono XII menyampaikan maklumat antara lain berbunyi
’
Tiga puluh lima hari setelah saya naik tahta Indonesia Merdeka. Saya mendapat sebutan Sunan Mardika. Saya sangat bangga menerima sebutan itu karena kata ‘Mardika’ menjadi semboyan pemuda pemuda sebaya saya. Hal itu saya tindak lanjuti dengan pernyataan saya tanggal 1 September 1945, bahwa Keraton Surakarta Hadiningrat berada di belakang Negara Republik Indonesia’
Beliau juga menegaskan kembali komitmenya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
‘ Menginat semua itu, pada upacara kali ini saya perlu tegaskan bahwa saya Sunan Mardika akan tetap berusaha menjaga kesatuan dan persatuan bangsa, dan tetap pada komitmen mempertahankan Negara Republik Indonesia sebagaimana yang di cita citakan Proklamasi Kemerdekaan 1945’.
Selanjutnya, ’ Sejalan dengan itu Keraton Surakarta berkehendak untuk berperan aktif dalam mempelopori pengabdian terhadap bangsa dan negara, sebagai pengayom dan pengayem sekaligus mampu ngesuhi segenap masyarakat’.
PB XII lantas menyampaikan visi Keraton Surakarta Hadiningrat di abad ke XXI yang bertekad untuk mengambil peran dengan semangat baru tidak hanya berfungsi sebagai sumber daya, melainkan juga harus mampu menjadi sumber pengembangan ilmu pengetahuan, ilmu agama dan peduli terhadap persoalan sosial kemasyarakatan.
Berbagai dukungan yang di berikan Paku Buwono XII untuk mempertahankan Kemerdekaan dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia tentu harus kita ingat bersama.
Tak hanya dukungan diplomatis dengan di keluarkanya Maklumat 1 September 1945, namun juga harta benda, kewibawaan tradisional yang di embanya, tenaga dan pemikiran, semua di tumpahkan untuk mempertahankan kemerdekaan RI.
Bram Setiadi dalam buku berjudul ‘Raja di alam Republik : Keraton Kasunanan Surakarta dan Pakoe Boewono ke XII menulis, saat agresi Belanda ke II, PB XII kerap di ajak Presiden Soekarno melihat front pertempuran di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Keraton Kasunanan Surakarta juga banyak mensuplai kebutuhan dana dan logistic.
Sumbangan keraton terus mengalir hingga tahun 1949. Selama kurun waktu tersebut, setidaknya banyak harta di relakan untuk kepentingan umum. Puluhan kuda tunggang serta berbagai barang berharga lainya. Kuda yang semasa perang di pakai oleh Jenderal Soedirman bergerilya juga berasal dari pemberian keraton.
PB XII bukan saja sering mendampingi inspeksi ke garis depan pertempuran, namun juga membantu pembebasan sejumlah pegawai RI dan Tentara Pelajar yang semula menjadi tawanan politik maupun tawanan perang Belanda.
Saat masa masa sulit, PB XII berusaha membuka lapangan kerja bagi Masyarakat lewat jawatan Kartiprodjo yang bergerak di bidang pekerjaan umum, atau Departemen Pekerjaan Umum.
Sinuhun PB XII juga pernah diangkat tanpa surat keputusan resmi menjadi Menteri Negara sementara dan diminta ikut memperkuat delegasi Indonesia pimpinan Wakil Presiden Mohammad Hatta ke konferensi meja bundar.
Hanya saja terkendala pemerintah tak mempunyai cukup uang untuk biaya pergi ke Belanda, PB XII lantas menyumbang dana dalam bentuk dua buah nampan emas.
Ketua PLKJ, Perjuangan PB XII yang tak kenal lelah berkorban untuk bangsa dan negara tersebut, tentu harus kita kenang dan jaga sejarahnya. Jangan sampai sejarah perjuanganya di manipulasi.
Pemberian gelar pahlawan bangsa layak untuk PB XII. Anugerah pahlawan harus di sandangkan berdasarkan dedikasi perjuangan sepanjang hidup untuk bangsa dan negara, bukan di berikan atas dasar kepentingan lain semata.
‘Sebab sejatinya pahlawan dan sejarah adalah satu rangkaian yang tak boleh di manipulasi dan di belokan. Baik untuk saat ini maupun di masa yang akan datang ‘, jelasnya.
/Net